Translate

Minggu, 31 Desember 2017

Lyotard dan Pemikirannya



Lyotard dan Pemikirannya

Jean francois lyotard lahir pada tahun 1924 di versailes paris.  Lyotard memulai karir dengan belajar filsafat di Sorbonne setelah perang dunia ke II dan mendapat gelar agra’gation de philosophie pada tahun 1950an. Pada tahun 1950 – 1952 ia mengajar di sekolah menegah di kota konstantine, aljazair timur. Karirnya kemudian dilanjutkan dengan menjadi seorang professor filsafat di universitas paris VI. Ia juga menjadi seorang anggota dewan redaksi surat kabar sosialis Pouvoir Ouvier. Tahun 1950 – 1960 menjadi era di mana ia di kenal sebagai seorang aktivis yang beraliran marxis yang terkemuka. Tahun 1971 ia berhasil memperoleh gelar doctor sastra dengan disertasi yang membahas tentang problem bahasa dengan fenomenologi. Buku yang membuat namanya mengemuka baik di Prancis maupun di luar negeri adalah La condition postmoderne—rapport sur le savoir (Kondisi Postmodern—Laporan tentang Pengetahuan; 1979).
Lyotard merupakan tokoh filosof poststrukturalis terkenal dengan  pandangannya menjadi ciri khas yang membedakan antara filsafat postmodernisme dengan filsafat modernisme. Gagasannya terhadap penolakan narasi besar (grand narasi atau metanarasi) dalam artikan sebagai penolakan terhadap penyatuan, universalitas, dan totalitas. Postmodernisme adalah sebuah usaha dalam ketidakpercayaan Lyotard terhadap metanaratif. Hal ini dikarenakan kemajuan dalam ilmu pengetahuan namun kemajuan itu pada gilirannya mengandaikannya, dan selalu berkonflik dengan narasi. Metanaratif atau grand narrative merupakan suatu narasi besar memiliki fungsi legitimasi penolakan terhadap penyatuan, universal dan totalitas. Lyotard memiliki pemahaman bahwa tidak ada yang disebut dengan totalitas, namun berbagai macam totalitas, hal ini menyiratkan kita tidak dapat serta-merta menerima kebenaran hanya dari satu pandangan saja, hal ini yang kemudian membuat Lyotard menganggap filsafat memaksakan suatu kebenaran yang bersifat tunggal.
Lyotard Selain itu dalam pendapatnya Lyotard menggunakan teori “permainan bahasa” Wittgenstein, menganggap bahwa adanya permainan bahasa dalam suatu ilmu pengetahuan sains dengan berbagai syarat tersendiri. Permainan bahasa disebut juga dengan ikatan sosial. Lyotard juga beranggapan perbedaan antara narasi besar dan narasi kecil. Ia menganggap narasi kecil bukan sebagai sesuatu yang terbelakang, belum tersentuh dengan adanya pemahaman pengetahuan, sama seperti ilmu pengetahuan bahwa narasi juga memiliki aturannya sendri. Narasi kecil berhubungan dengan kreativitas lokal yang membuat masyarakat berkembang dengan berbagai kebebasan berpendapat, sedangkan narasi besar didalamnya terdapat politik yang menginginkan keuntungan. Sehingga banyaknya permainan bahasa yang berbeda heterogenitas elemen menimbulkan institusi. Pengetahuan postmodern bukan sekadar alat otoritas, hal ini mempererat kemampuan kita untuk menoleransi hal yang tidak dapat dibandingkan. Peran transformasi teknologi juga berdampak besar terhadap pengetahuan. Dua fungsi utamanya - penelitian dan transmisi pembelajaran yang didapat - sudah merasakan efeknya, atau akan terjadi di masa depan.

Teknologi dan Runtuhnya Narasi Besar

Perkembangan teknologi telah memberikan dampak yang besar terhadap perubahan dan perkembangan ilmu pengentahuan, baik dalam perkembangan bahasa, komunikasi, komputer, dan cybernetic, yang kemudian menempatkan posisi tersebut disebut sebagai postmodern. Dengan kemajuan teknologi telah merubah bagaimana cara dalam memperoleh pengetahuan, penciptaan maupun penyebarannya. Hal ini membuat Lyotard beranggapan kemajuan teknologi akan membawa penciptaan pengetahuan akan berada pada posisi dikomersilkan bukan sebagai tujuan yang memiliki arti bagi manusia.
Kemajuan teknologi ini uga menggiring narasi besar pada narasi-narasi besar yang terdahulu yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap keunggulan terdahulu, yang membuatnya kini menjadi sulit untuk dipercaya, dan sulit untuk memungkinkan berada di abad ilmu pengetahuan sains yang mustahil untuk wacana universal dapat diyakini seperti kaum modernis meyakininya. Dalam postmodern hal yang berpatokan hanya pada yang tunggal tidak mencerminkan postmodern, Lyotard beranggapan bahwa justru perbedaan, keterbukaan pendapat-pendapat baru merupakan postmodern yang dibutuhkan untuk perkembangan ilmu pengetahuan, dalam arti ilmu pengetahuan tidak dapat terkukung pada satu tempat yang homogen dan tidak terbuka dengan apa yang memungkinkan terjadinya berbagai wacana, hal itulah yang biasa disebut munculnya permainan bahasa.
Dapat diketahui bahwa postmodern menolak sudut pandang yang menuju pada sesuatu yang bersifat tunggal melainkan terdapat banyak sudut pandang untuk melihat dunia yang lebih luas. Penyebab pudarnya Narasi besar ialah delegitimasi atau krisis legitimasi, dimana fungsi legitimasi narasi-narasi besar mendapatkan tantangan-tantangan berat.


Permainan Bahasa
Dalam berdasarkan teori Wittgenstein, menyebutkan semuajenis ujaran yang ia temukan  merupakan sebuah permainan bahasa, mengapa disebut permainan bahasa? Karena, dalam tiap permainan memiliki aturan permainnannya sendiri, begitu pula dengan postmodern terdapat berbagai wadana yang didalamnya terdapat permainan bahasa, yang kemudian juga memusatkan perhatiannya pada efek wacana yang berbeda. Lyotard beranggapan bahwa setiap ucapan memiliki aturan masing-masing sehingga menentukan sifat maupun kegunaannya dengan cara yang telah ditentukan oleh peraturan dalam permainan bahasa.
Hal ini berguna untuk melakukan tiga pengamatan berikut tentang permainan bahasa. Pertama adalah peraturan mereka tidak membawa legitimasi mereka sendiri, tapi merupakan objek kontrak, eksplisit, atau tidak. Kedua adalah bahwa jika tidak ada peraturan, tidak ada permainan, bahkan modifikasi yang sangat kecil dari satu peraturan mengubah sifat permainan, bahwa tindakan atau ujaran yang tidak memenuhi peraturan tidak termasuk dalam permainan mereka. menetapkan. Ketiga disarankan oleh apa yang baru saja dikatakan: setiap ucapan harus dianggap sebagai tindakan dalam sebuah permainan.
Permainan bahasa ilmu pengetahuan sains merupakan suatu permainan bahasa denotatif, yang memiliki aturan permainan yaitu bahasa denotatif dimana pernyataan harus berdasarkan bukti dari pihak yang memberikan pernyataan untuk meyakinkan pihak lain (kedua) sebagai pihak yang wajib memberikan persetujuan atau penolakan berdasarkan bukti yang diajukan oleh pihak pertama.
Kemudian menurut pandangan Lyotard, bahwa postmodernisme mengacu pada suatu sistem keterbukaan yang memungkinkan membuka keragaman keragaman yang terkandung dalam suatu kehidupan yang memiliki pemikirannya sendiri tanpa dikendalikan oleh orang lain yang berpikir. Dimana setiap orang dapat memunculkan kebenaran yang berbeda-beda berdasarkan pemahaman mereka, tanpa harus berdasar pada filsafat yang telah dibangun sebelumnya. Postmodern bagi Lyotard berusaha menghadirkan suatu realitas yang memungkinkan banyak alternatif tidak terkukung oleh budaya modern universal yang tidak cocok dengan keberadaan ilmu pengetahuan di zaman teknologi seperti saat ini.
Dan dengan permainan bahasa dapat menampilkan suatu realitas yang bebas, permainan bahasa yang erat kaitannya dengan apa yang disebut dengan ikatan sosial, membentuk berbagai wacana dimana narasi besar memudah dan narasi kecil yaitu berbagai macam wacana tersebut dapat muncul yang kini sesuai dengan masa postmodern dan tidak dapat dianggap sama dengan masa yang lain.

Daftar Pustaka
Jean-François Lyotard: Pengantar Kondisi Postmodern: Sebuah Laporan tentang Pengetahuan
Lyotard, Jean-Francois, The Postmodern Condition: Laporan tentang Pengetahuan Terjemahan dari Prancis oleh Geoff Bennington dan Brian Massumi. Minneapolis: University of Minnesota Press, 1993.



Continue Reading...

Kamis, 21 Desember 2017

Industri Budaya: Pencerahan sebagai Penipuan Massal



"Industri Budaya: Pencerahan sebagai Penipuan Massal"
Pada pembahasan di bab ini menurut Max Horkheir and Theodore W. Adorno cultural industry adalah fenomena kehadiran dari adanya teknologi membentuk adaanya hiburan melalui film, radio, majalah dan televisi sebagai alat untuk membentuk sebuah sistem standarisasi kesamaan yang mencakup segala bentuk hiburan tersebut. Membuat masyarakat tanpa disadari menjadi konsumtif terhadap hiburan tersebut. Tanpa memperdulikan keadaan ekonomi mereka sendiri, yang kemudian menghasilkan keuntungan yang besar bagi kaum kapitalistik.
Adanya brntuk hiburan tersebut diadakan untuk keuntungan semata, tanpa disadari penipuan massa terjadi. Hiburan melalui film baik itu bioskop televisi tersebut diisi dengan hiburan ringan dan penonton tidak perlu berfikir keras untuk mengerti melainkan bentuk hiburan (film, radio, televisi, bioskop,etc.) yang mementukan sehingga tidak terjadinya kritikan yang berarti. Dan malah membuat masyarakat semakin menyukai hiburan tersebut bahkan muncul keinginan untuk terus menerus menonton hiburan.
Dari awal kaum kapitalis tanpa disadari menggunakan teknologi dalam bentuk hiburan yang dianggap industri budaya sebagai “pencerahan” malah sebaliknya dimanfaatkan untuk penipuan atau manipulasi halus untuk memberikan hiburan dari kesibukan dan kepenatan yang masyarakat ditambah dengan adanya iklan-iklan namun malah membuat masyarakat terpengaruh dan menjadi konsumeris, demi keuntungan yang lebih besar.
Dengan adanya industri budaya ini menunjukkan bahawa seni serius telah menolak dirinya bagi orang-orang yang tertindas dan memproduksi sesuatu yang berat, sedangkan seni ringan telah menemani seni otonom sebagai bayangannya. Ini adalah naluri sosial yang serius dari seni yang serius. Dan yang ada hilangnya kini sifat kritis dan malah menghasilkan sikap pasif dalam masyarakat.
Hal ini juga yang kini terjadi sekarang, bahwa media massa seperti TV dengan siaran-siaran yang ditayangkan secara terus menerus tanpa peduli dengan konten-konten yang disuguhkan bermanfaat atau tidak, untuk membentuk kebiasaan.

Continue Reading...